Minggu, 11 Januari 2009

Hal-Hal Lain Yang Berkenaan Dengan Puasa



MENCEGAH HAIDH AGAR BISA BERPUASA

Pertanyaan

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa pendapat Anda tentang wanita yang mengkonsumsi pil pencegah haidh hanya untuk bisa berpuasa bersama orang-orang lainnya di bulan Ramadhan .?

Jawaban

Saya peringatkan untuk tidak melakukan hal-hal semacam ini, karena pil-pil pencegah haid ini mengandung bahaya yang besar, ini saya ketahui dari para dokter yang ahli dalam bidang ini. Haidh adalah suatu ketetapan Allah yang diberikan kepada kaum wanita, maka hendaklah Anda puas dengan apa yang telah Allah tetapkan, dan berpuasalah Anda jika Anda tidak berhalangan. Jika Anda berhalangan untuk berpuasa maka janganlah berpuasa, hal itu sebagai ungkapan keridhaan pada apa yang telah Allah tetapkan. [52 Su'alan an Ahkaiml haidh, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 19]

SAYA PERNAH BERTANYA KEPADA SEORANG DOKTER, IA MENGATAKAN, BAHWA PIL PENCEGAH HAIDH ITU TIDAK BERBAHAYA

Pertanyaan

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Saya seorang wanita yang mendapatkan haidh di bulan yang mulia ini, tepatnya sejak tanggal dua lima Ramadhan hingga akhir bulan Ramadhan, jika saya mendapatkan haidh maka saya akan kehilangan pahala yang amat besar, apakah saya harus menelan pil pencegah haidh karena saya telah bertanya kepada dokter lalu ia menyatakan bahwa pil pencegah haidh itu tidak membahayakan diri saya ..?

Jawaban

Saya katakan kepada wanita-wanita ini dan wanita-wanita lainnya yang mendapatkan haidh di bulan Ramadhan, bahwa haidh yang mereka alami itu, walaupun pengaruh dari haidh itu mengharuskannya meninggalkan shalat, membaca Al-Qur'an dan ibadah-ibadah lainnya, adalah merupakan ketetapan Allah, maka hendaknya kaum wanita bersabar dalam menerima hal itu semua, maka dari itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah yang kala itu sedang haidh :

"Artinya : Sesungguhnya haidh itu adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada kaum wanita".

Maka kepada wanita ini kami katakan, bahwa haidh yang dialami oleh dirinya adalah suatu yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita, maka hendaklah wanita itu bersabar dan janganlah menjerumuskan dirinya ke dalan bahaya, sebab kami telah mendapat keterangan dari beberapa orang dokter yang menyatakan bahwa pil-pil pencegah kehamilan berpengaruh buruk pada kesehatan dan rahim penggunanya, bahkan kemungkinan pil-pil tersebut akan memperburuk kondisi janin wanita hamil. [Durus wa Fatawa Al-Harram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 3/273-274]

MEGKONSUMSI PIL PENCEGAH HAIDH AGAR BISA BERPUASA BERSAMA ORANG-ORANG LAINNYA

Pertanyaan

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Saya mengkonsumsi pil-pil pencegah haidh di bulan Ramadhan, apakah boleh bagi saya untuk berpuasa pada hari-hari saya mengkonsumsi pil tersebut di bulan Ramadhan ? Sementara yang saya lakukan, tetap berpuasa dan shalat bersama orang-orang lainnya, apakah dengan begitu saya berdosa. ?

Jawaban

Boleh bagi seorang wanita untuk mengkonsumsi sesuatu yang dapat menunda datangnya haidh agar dapat melaksanakan haji atau umrah atau puasa di bulan Ramadhan.

Anda tidak diharuskan untuk mengqadha hari-hari puasa yang telah Anda lakukan bersama-sama yang lainnya dengan mengkonsumsi pil pencegah haidh. [Majalah Al-Buhuts Al-Islmiyah, 22/62]

HUKUM MENCICIPI MAKANAN KETIKA BERPUASA

Pertanyaan

Apa hukumnya mencicipi makanan bagi wanita yang berpuasa di siang hari Ramadhan.?

Jawaban

Boleh melakukan hal itu untuk suatu keperluan akan tetapi ia harus membuang (meludahkan) kembali apa yang dicicipinya itu.

MENGELUARKAN DARAH SELAMA TIGA TAHUN, APA YANG HARUS DILAKUKAN DI BULAN RAMADHAN

Pertanyaan

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Seseorang berkata : Saya mempunyai seorang ibu berumur enam puluh lima tahun dan selama sembilan belas tahun ini ia tidak mendapatkan anak. Ia mengalami pendarahan selama tiga tahun, dan tampaknya hal itu adalah penyakit. Karena dia akan menghadapi puasa, maka mohon dengan hormat apa nasehat yang perlu Anda sampaikan untuknya ? Dan apa yang harus ia lakukan .?

Jawaban

Wanita seperti ini, yang menderita pendarahan, hukumnya yaitu meninggalkan shalat dan puasa pada masa-masa haidhnya dahulu sebelum datangnya penyakit yang ia derita saat ini. Jika kebiasaan haidhnya datang di awal bulan selama enam hari misalnya, maka ia harus meninggalkan puasa dan shalat setiap awal bulan selama enam hari, selesai enam hari itu ia harus mandi, shalat dan berpuasa. Adapun shalat wanita ini adalah, terlebih dahulu mencuci kemaluannya hingga bersih atau memberi pembalut kemudian berwudhu, dan hal itu dilakukan setelah masuk waktu shalat wajib, bagitu juga jika ia ingin melakukan shalat sunat di luar waktu shalat wajib. Dalam keadan seperti ini untuk tidak menyulitkan maka ia diperbolehkan menjama' shalat Zhuhur dengan shalat Ashar dan Maghrib dengan shalat Isya, jadi bersuci yang ia lakukan sekali dapat untuk melakukan dua shalat, sehingga untuk melaksanakan shalat lima waktu dapat dikerjakan dengan tiga kali.

Saya ulangi sekali lagi, ketika akan bersuci, hendaklah ia membersihkan kemaluannya terlebih dahulu dan membalutnya terlebih dahulu dan membalutnya dengan kain atau lainnya untuk mengurangi yang keluar, kemudian berwudhu dan shalat. Shalat Zhuhur empat raka'at, Ashar empat raka'at, Maghrib tiga raka'at, Isya empat rakaat dan shubuh dua rakaat. Tidak mengqashar sebagaimana yang dikira oleh orang-orang. Tetapi boleh menjama Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya, baik berupa jama ta'khir mupun jama' taqdim. Dan bila ia hendak shalat sunat dengan wudhu tadi maka tidak apa-apa. [Ibid, halaman 25-26]

BERNADZAR UNTUK BERPUASA SELAMA SATU TAHUN KEMUDIAN BERKATA BAHWA IA TAK MAMPU

Pertanyaan

Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Seorang wanita bernadzar untuk berpuasa selama satu tahun jika ia selamat melahirkan bayinya dan bayinya juga selamat dalam satu tahun dan ternyata apa yang diingini itu terjadi bahwa ia tak sanggup untuk memenuhi nadzarnya itu ?

Jawaban

Tidak diragukan lagi bahwa nadzar ketaatan adalah ibadah, dan Allah telah memuji orang-orang beriman yang memenuhi nadzarnya, Allah berfirman.

"Artinya : Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana"

Dalam sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan, beliau bersabda :

"Artinya : Barangsiapa yang bernadzar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia mentaati-Nya, dan barangsiapa yang bernadzar untuk berbuat maksiat kepada Allah maka hendaklah ia tidak melakukan perbuatan maksiat itu"

Seorang pria bernadzar bahwa ia hendak mengurbankan seekor unta di suatu tempat, maka orang itu mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau bersabda.

"Artinya : Apakah di tempat itu terdapat salah satu berhala jahiliyah yang disembah ?, pria itu menjawab : 'Tidak', maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi "Apakah tempat itu dijadikan tempat perayaan-perayaan mereka ?, pria itu menjawab : 'Tidak', Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Penuhilah nadzarmu itu, karena sesungguhnya nadzar tidak boleh di penuhi jika dalam perbuatan maksiat kepada Allah dan nadzar tidak boleh dipenuhi pada sesuatu yang tidak dimiliki anak Adam".

Dan sebagaimana yang disebutkan oleh penanya bahwa wanita itu bernadzar untuk berpuasa selama satu tahun, sementara puasa satu tahun penuh dengan terus menerus setiap hari termasuk puasa sepanjang masa, sementara puasa sepanjang masa makruh hukumnya sebagaimana disebutkan dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa melaksanakan puasa sepanjang masa maka dia dianggap tidak berpuasa dan tidak pula berbuka".

Dan tidak diragukan lagi bahwa melakukan ibadah yang makruh adalah kedurhakaan terhadap Allah, maka tidak perlu dilaksanakan nadzar yang mengandung ibadah makruh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahinahullah berkata : Seandainya seseorang bernadzar untuk melakukan ibadah makruh, seperti melakukan shalat tahajud sepanjang malam dan berpuasa sepanjang siang hari, maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan nadzar tersebut. Untuk itu, sebagai penggantinya, hendaklah si penanya membayar kaffarah yamin (denda karena melanggar sumpah) yaitu memberi makan kepada sepuluh orang miskin, untuk masing-masing orang miskin sebanyak setengah sha' kurma atau lainnya yang berupa makanan pokok setempat. Jika ia tak sanggup maka hendaklah ia bepuasa selama tiga hari berturut-turut. [Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah, halaman 44-45]

HUKUM MENGISI BULAN RAMADHAN DENGAN BEGADANG, BERJALAN-JALAN DI PASAR DAN TIDUR

Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Wanita Muslimah zaman sekarang banyak meghabiskan bulan Ramadhan dengan begadang di depan televisi atau vidio atau siaran dari parabola atau berjalan di pasar-pasar dan tidur, apa saran Anda kepada wanita Muslimah ini ?

Jawaban

Yang disyari'atkan bagi kaum Musimin baik pria mupun wanita adalah menghormati bulan Ramadhan, dengan menyibukkan dirinya pada perbuatan-perbuatan ketaatan serta menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan pekerjaan buruk lainnya di setiap waktu, lebih-lebih lagi di bulan Ramadhan karena kemuliaan Ramadhan. Begadang untuk menonton film atau sinetron yang ditayangkan televisi atau video atau lewat parabola atau mendengarkan musik dan lagu, semua perbuatan itu adalah haram dan merupakan perbuatan maksiat, baik di bulan Ramadhan ataupun bukan. Dan jika perbuatan itu dilakukan di bulan Ramadhan maka dosanya akan lebih besar.

Kemudian jika begadang yang diharamkan ini ditambah lagi dengan melalaikan kewajiban dan meninggalkan shalat karena tidur di siang hari, maka ini adalah perbuatan maksiat lainnya. Begitulah watak perbuatan maksiat, saling dukung mendukung, jika suatu perbuatan maksiat dilakukan maka akan menimbulkan perbuatan maksiat lainnya, begitu seterusnya.

Haram hukumnya wanita pergi ke pasar-pasar kecuali untuk keperluan yang mendesak. Keluarnya wanita harus sebatas keperluan dengan syarat ia harus menutup aurat serta menjauhkan diri dari bercampur dengan kaum pria atau berbicara dengan mereka kecuali sebatas keperluan hingga tidak menimbulkan fitnah. Dan hendaknya ia jangan terlalu lama keluar rumah hingga melalaikan shalatnya karena keburu tidur ketika sampai di rumah, atau menyia-nyiakan hak-hak suami dan anak-anaknya. [Majmu 'Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baaz]

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG WANITA DI BULAN RAMADHAN

Pertanyaan

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Apakah faktor-faktor yang mendukung wanita untuk mencapai ketaatan kepada Allah di bulan Ramadhan ?

Jawaban

Faktor-Faktor yang mendukung seorang Muslim, baik pria maupun wanita untuk melakukan ketaatan di bulan Ramadhan adalah :

  1. Takut kepada Allah yang disertai keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa mengawasi hamba-Nya dalam seluruh perbuatannya, ucapannya dan niatnya, dan bahwa semua perbuatannya itu akan mendapat balasan. Jika seorang Muslim telah memiliki perasaan ini maka ia akan menyibukkan dirinya dengan segala macam ketaatan kepada Allah dan bersegera untuk bertaubat dari segala macam maksiat.
  2. Memperbanyak dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan membaca Al-Qur'an, karena dengan demikian hatinya akan menjadi lunak, Allah berfirman : "Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram" [Ar-ra'd : 28]. Dan firman-Nya juga : " Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka" [Al-Anfaal : 2]
  3. Menghindari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan hati menjadi keras dan menjauhkan dirinya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu seluruh perbuatan maksiat, bergaul dengan orang-orang jahat, memakan yang haram, lalai dalam mengingat Allah dan menyaksikan film-film yang rusak.
  4. Hendaknya wanita tetap tinggal di dalam rumahnya dan tidak keluar dari rumahnya kecuali untuk suatu kebutuhan dengan segera kembali ke rumah jika keperluannya telah terpenuhi.
  5. Tidur pada malam hari, karena hal yang demikian itu akan membantunya untuk bisa bangun lebih cepat di penghujung malam, dan mengurangi tidur di siang hari sehingga dapat melakukan shalat lima waktu tepat pada waktunya serta dapat memanfaatkan waktunya untuk ketaatan.
  6. Menjaga lidah dari ghibah (menggunjing atau membicarakan aib orang lain), mengadu domba (menebarkan provokasi), berdusta dan mengumbar perkataan haram lainnya sebagai penggantinya hendaknya ia menyibukkan dirinya dengan berdzikir. [Kitab Al-Muntaqa min Fatawa Asy-Syaikh Al-Fauzan]

APA HUKUM BERBICARA DENGAN SEORANG WANITA ATAU MENYENTUH TANGANNYA DI SIANG HARI RAMADHAN

Pertanyaan

Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta ditanya : Apa hukum berbicara dengan seorang wanita atau menyentuh tangannya di siang hari Ramadhan bagi orang yang berpuasa, sebab di sebagian tempat perbelanjaan sering terjadi yang seperti ini ?

Jawaban

Jika pembicaraan antara pria dan wanita itu tidak disertai dengan rayuan dan tidak bertujuan untuk bersenang-senang melalui obrolan, melainkan hanya sebagai transaksi dalam jual beli atau sekadar bertanya tentang arah jalan atau hal serupa lainnya, dan juga menyentuh tangannya tanpa unsur kesengajaan, maka hal ini diperbolehkan di bulan Ramadhan.

Akan tetapi jika permbicaraan itu untuk bersenang-senang dengan cara mengobrol dengan wanita itu, maka hal ini tidak boleh dilakukan, baik di bulan Ramadhan maupun selain bulan Ramadhan, dan di bulan Ramadhan lebih dilarang lagi. [Fatawa Ash-Shiyam, halaman 29-30]


Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, hal 263- 270, penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blog Template by YummyLolly.com / Header Butterfly by Pixels + Ice Cream