Minggu, 11 Januari 2009

SUAMI MENCIUM DAN MENCUMBUI ISTRINYA DI SIANG HARI RAMADHAN

Yang Membatalkan Dan Yang Tidak Membatalkan Puasa


APAKAH KELUAR DARAH DARI YANG HAMIL TERMASUK YANG MEMBATALKAN SHAUM

Pertanyaan

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Pada bulan Ramadhan yang mulia saya sedang keadaan hamil dan saya mengeluarkan darah pada tanggal dua puluhnya, walaupun demikian saya tetap berpuasa kecuali selama empat hari ketika saya di rumah sakit. Setelah Ramadhan saya mengqadha puasa saya yang empat hari itu, apakah saya harus berpuasa lagi sedangkan saya masih mengandung .?

Jawaban

Puasa Anda saat hamil yang disertai dengan keluarnya darah adalah sah, darah itu tidak mempengaruhi puasa Anda sebab darah itu adalah istihadhah, sedangkan puasa yang Anda tinggalkan selama empat hari itu karena dirawat di rumah sakit lalu Anda mengqadhanya setelah Ramadhan sudah cukup, Anda tidak perlu mengqadha puasa itu untuk kedua kalinya. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 10/225, fatwa nomor 13168]


Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Jika seorang pria mencium istrinya di bulan Ramadhan atau mencumbuinya, apakah hal itu akan membatalkan puasanya atau tidak .?

Jawaban

Suami yang mencium istrinya dan mencumbuinya tanpa menyetubuhinya dalam keadaan berpuasa, adalah dibolehkan dan tidak berdosa, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mencium istrinya dalam keadaan berpuasa, dan pernah juga beliau mencumbui istrinya dalam keadaan berpuasa. Akan tetapi jika dikhawatirkan dapat terjadi perbuatan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala karena perbuatan itu dapat membangkitkan syahwat dengan cepat, maka hal demikian menjadi makruh hukumnya. Jika mencium dan mencumbui menyebabkan keluarnya mani, maka ia harus terus berpuasa dan harus mengqadha puasanya itu tapi tidak wajib kaffarah baginya menurut sebagian besar pendapat ulama, sedangkan jika mengakibatkan keluarnya madzi maka hal itu tidak membatalkan puasanya menurut pendapat yang paling benar diantara dua pendapat ulama, karena pada dasarnya hal tersebut tidak membatalkan puasa dan memang hal tersebut sulit untuk dihindari. [Fatawa Ad-Da'wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/164]

MENCAMPURI ISTRI DI SIANG HARI RAMADHAN

Pertanyaan

Syaikh Muhamad Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya seorang pemuda, saya pernah mencampuri istri saya di siang hari Ramadhan, apakah saya harus membeli kurma untuk saya sedekahkan .?

Jawaban

Jika ia seorang pemuda maka berarti ia sanggup untuk berpuasa selama dua bulan berturut-turut, kita memohon kepada Allah agar pemuda itu diberi kekuatan untuk melaksanakan puasa selama dua bulan itu. Jika seorang telah bertekad keras untuk melaksanakan suatu pekerjaan maka hal itu akan mudah dikerjakannya, dan sebaliknya jika dirinya telah diliputi rasa malas maka perbuatan itu akan terasa berat sehingga hal tersebut akan mempersulit dirinya dalam melaksanakannya. Kita harus mengucapkan puji dan syukur kepada Allah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan sesuatu yang harus kita kerjakan di dunia yang dapat menghindarkan diri kita dari siksa Akhirat. Maka kepada pemuda ini kami katakan : Hendaklah Anda berpuasa selama dua bulan penuh berturut-turut, jika cuaca panas dan siang hari panjang, maka Anda mempunyai kesempatan menundanya hingga musim dingin. Hal yang sama diberlakukan pula pada pihak wanita yaitu istri Anda jika ia turut serta secara rela, namun jika si istri melakukan ha itu dengan terpaksa dan tak ada kesempatan untuk menghindar, maka puasa wanita itu sah sehingga tidak perlu mengqadhanya dan tidak perlu melaksanakan kaffarah. [Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/60]

MENGAULI ISTRI PADA SIANG HARI RAMADHAN

Pertanyaan

Syaih Shalih Al-Fauzan ditanya : Seorang pria menggauli istrinya pada siang hari Ramadhan selama tiga hari berturut-turut, apa yang harus ia lakukan ..?

Jawaban

Jika seorang yang berpuasa bersetubuh saat berpuasa, maka ia telah melakukan dosa besar, wajib baginya untuk bertobat kepada Allah dari dosa yang ia lakukan itu dan mengqadha puasanya itu. Disamping itu wajib baginya untuk melaksanakan kaffarah (memenuhi tebusan) yaitu memerdekakan hamba sahaya, jika tidak bisa maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut, jika tidak sanggup maka ia harus memberi makan kepada enam puluh orang miskin, setiap orang miskin mendapatkan setengah sha' makanan pokok. Kaffarah itu dilakukan sesuai dengan jumlah hari yang ia gunakan untuk bersetubuh yaitu setiap satu hari satu Kaffarah tersendiri. Wallahu a'lam [Kitab Al-Muntaqa min Fatawa ASy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 1/116]

MENCAMPURI ISTRI TANPA MENGELUARKAN MANI

Pertanyaan

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Seorang pria menyetubuhi istrinya pada siang hari Ramadhan tanpa mengeluarkan mani, bagaimana hukumnya ..? Dan bagaimana pula hukumnya jika istri tidak mengerti hal itu .?

Jawaban

Bersetubuh di siang hari Ramadhan saat suami berpuasa dan tidak dalam perjalanan maka dia dikenakan Kaffarah, yaitu memerdekakan hamba sahaya, jika hal itu tidak didapatkan dipenuhi maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut, jika hal itu tidak sanggup dilakukan maka ia harus memberi makan kepada enam puluh orang miskin. Kaffarah yang sama juga dikenakan bagi istrinya, jika ia melakukan hal itu dengan rela, namun jika dilakukan dengan terpaksa maka wanita itu tidak dikenakan apapun. Adapun bila keduanya itu dalam keadaan musafir maka tak ada dosa, tak ada kaffarah dan tidak perlu berpuasa pada sisa hari itu melainkan keduanya harus mengqadha puasa hari itu saja, karena orang musafir tidak diwajibkan untuk berpuasa. begitu pula bagi orang yang tidak melakukan puasa karena keadaan darurat, seperti menolong orang dari kebinasaan, jika ia bersetubuh pada saat tidak berpuasa karena sebelumnya ia tidak berpuasa karena menolong seseorang, maka hal itu tidak mengapa, karena saat itu adalah saat yang tidak merusak puasa wajib karena sedang tidak berpuasa. Tapi bila seseorang tengah berpuasa dan muqim (bukan musafir) jika bersetubuh maka ia dikenakan lima hal yaitu :

  1. Berdosa
  2. Puasanya rusak
  3. Wajib meneruskan puasa hari itu
  4. Wajib mengqadha puasa hari itu
  5. Wajib melaksanakan kaffarah

Dalil kaffarah adalah hadits Abu Haurairah Radhiallahu 'anhu tentang seorang pria yang menyetubuhi istrinya pada siang hari Ramadhan, yaitu jika orang ini tidak mampu memerdekakan budak, tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut dan tidak mampu memberi makan enam puluh orang miskin, maka kewajiban kaffarah itu hilang karena Allah tidak akan memberi beban kepada seseorang kecuali sesuai kemampuannya, sebab tidak ada kewajiban kepada seseorang kecuali sesuai kemampuannya, sebab tidak ada kewajiban jika disertai ketidakmampuan. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara bersetubuh yang menyebabkan keluarnya mani ataupun tidak mengeluarkan mani jika persetubuhan itu telah dilakukan. Lain halnya jika keluarnya mani itu tanpa bersetubuh, maka dalam hal ini tidak ada kaffarah, melainkan berdosa dan diwajibkan melanjutkan puasa serta mengqadha puasanya juga. [Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/46-47]

MENCIUM ISTRI DAN MENCUMBUINYA KETIKA BERPUASA

Pertanyaan

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Bolehkah orang yang sedang puasa memeluk istrinya dan mencumbuinya di atas ranjang pada bulan Ramadhan .?

Jawaban

Ya, boleh bagi orang yang sedang berpuasa untuk mencium dan mencumbui istrinya dalam keadaan berpuasa, baik di bulan Ramadhan maupun bukan di bulan Ramadhan. Akan tetapi jika hal itu menyebabkannya mengeluarkan mani, maka puasanya batal, walaupun demikian wajib baginya untuk meneruskan puasanya serta diwajibkan pula baginya mengqadha puasa hari itu. Jika hal itu terjadi bukan pada bulan Ramadhan maka puasanya batal dan tidak perlu meneruskan puasanya pada sisa hari itu, akan tetapi jika puasanya adalah puasa wajib maka wajib baginya untuk mengqadha puasa itu, namun jika puasa itu sunnat maka tidak masalah baginya. [ibid, 3/64-65]

HUKUM MENGGUNAKAN CELAK MATA DAN PERLENGKAPAN KECANTIKAN LAINNYA DI SIANG HARI RAMADHAN

Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Apa hukumnya menggunakan celak mata dan perlengkapan kecantikan lainnya bagi kaum wanita pada siang hari bulan Ramadhan, apakah hal ini dapat membatalkan puasanya atau tidak .?

Jawaban

Celak mata tidak membatalkan puasa kaum pria maupun wanita menurut pendapat yang paling benar di antara dua pendapat ulama, akan tetapi memakainya pada malam hari lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa. Begitu juga menggunakan perlengkapan kecantikan wajah lainnya yang berhubungan dengan wajah, seperti sabun, cream dan sejenis lainnya yang berhubungan dengan kulit, termasuk inai, make up dan sebagainya, hanya saja make up sebaiknya tidak digunakan jika dapat merusak wajah. [Kitab Fatawa Ad-Da'wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/170]

MENGGUNAKAN ALAT-ALAT KECANTIKAN MODERN SAAT BERPUASA

Pertanyaan

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Saya menggunakan alat-alat kecantikan modern saat berpuasa, apakah saya dikenakan sesuatu karena menggunakannya .?

Jawaban

Tidak ada apa pun yang dikenakan pada seorang wanita yang berpuasa jika menggunakan cream pada wajahnya, baik untuk mempercantik dirinya ataupun bukan, yang penting semua kosmetik ini dengan segala macam rupanya yang digunakan di wajahnya atau di punggungnya atau di bagian badan lainnya tidak ada pengaruhnya terhadap orang yang sedang berpuasa dan tidak membatalkannya. [Fatawa wa Durus Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/65]

MENGGUNAKAN INAI PADA RAMBUT SAAT BERPUASA

Pertanyaan

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Apakah boleh menggunakan inai pada saat berpuasa dan saat shalat, karena saya telah mendengar pendapat yang menyatakan bahwa inai dapat membatalkan puasa .?

Jawaban

Pendapat itu tidak benar, karena sesungguhnya menggunakan inai saat puasa tidak membatalkan puasa dan tidak berdampak apa pun bagi orang yang berpuasa, sama halnya dengan menggunakan celak mata, dan sama halnya juga dengan menggunakan obat tetes mata atau obat tetes untuk telinga, karena semua itu tidak dapat membahayakan puasa seseorang dan tidak membatalkan puasa. Adapun menggunakan inai saat shalat, saya tidak paham bagaimana maksud dari pertanyaan ini, sebab wanita yang sedang shalat tidak bisa memakaikan inai, mungkin yang dimaksud penanya adalah : Apakah inai dapat mengahalangi sahnya wudhu seorang wanita jika ia menggunakannya..?

Jawabannya adalah : Bahwa menggunakan inai tidak membatalkan wudhu, karena inai tidak memiliki dzat yang dapat mencegah mengalirnya air pada kulit. sebab inai hanyalah warna saja, adapun yang dapat membatalkan wudhu adalah sesuatu yang memiliki dzat yang mana dzat itu dapat menghalangi mengalirnya air pada kulit, maka dzat tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu hingga wudhu menjadi sah. [Fatawa Nur'ala Ad-Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 46]

APAKAH KOSMETIK PELEMBAB DAPAT MEMBATALKAN PUASA

Pertanyaan

Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Apakah kosmetik pelembab kulit dapat membatalkan puasa jika termasuk jenis yang tidak menghalangi mengalirnya air pada kulit ..?

Jawaban

Tidak mengapa menggunakan kosmetik pelembab pada tubuh saat berpuasa jika hal itu dibutuhkan, karena pelembab itu hanya membasahkan permukaan kulit dan tidak masuk hingga ke dalam tubuh, kemudian jika pelembab itu diperkirakan dapat masuk ke pori-pori kulit maka hal itu pun tidak termasuk yang membatalkan puasa. [Fatawa Ash-Shiyam, halaman 41]

MENGOBATI PILEK DENGAN OBAT YANG DIHIRUP MELALUI HIDUNG

Pertanyaan

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Ada sejenis obat untuk penyakit pilek yang cara pennggunaannya dengan menghirupnya melalui hidung, apakah menggunakan obat ini dapat membatalkan puasa atau tidak .?

Jawaban

Obat pengakit pilek yang digunakan oleh penderita penyakit itu dengan cara menghirupnya melalui hidung lalu masuk ke dalam paru-paru melalui rongga tempat berlalunya pernafasan dan tidak menuju ke tempat perut besar, maka hal ini tidak dinamakan memakan atau meminum atau yang serupa dengan keduanya. Cara pengobatan seperti itu sama halnya dengan meneteskan obat melalui suntikan untuk menuju pada badan tanpa menggunakan mulut atau hidung. Mengenai masalah ini para ulama berbeda pendapat, apakah pengobatan dengan cara itu dapat membatalkan puasa atau tidak, sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak membatalkan puasa, walaupun demikian mereka semua bermufakat bahwa hal tersebut tidak dinamakan makan ataupun minum, akan tetapi mereka yang berpendapat bahwa hal itu dapat membatalkan puasa karena benda yang dimasukkan itu masuk ke dalam tubuh, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Dan mantapkanlah dalam istinsyaq [1] kecuali jika kami sedang berpuasa"

Perintah memantapkan ber-istinsyaq ini dikecualikan bagi orang yang sedang berpuasa, karena dikhawatirkan air yang dihirup itu akan masuk ke dalam kerongkongan lalu ke perut besar, sebab hal itu dapat membatalkan puasa. Maka hadits ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam tenggorokan yang bukan kerena keterpaksaan, dapat mebatalkan puasa. Adapun golongan ulama yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak membatalkan puasa, di antara mereka adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan yang sependapat denganya, menyatakan bahwa tidak benar mengkiaskan hal ini dengan makan dan minum, karena dalil-dalil yanga ada tidak menunjukkan bahwa yang membatalkan puasa adalah masuknya sesuatu yang sampai ke dalam otak atau ke dalam tubuh, dan juga bukan yang masuk melalui suatu jalan yang sampai ke tenggorokan. Karena tidak ada dalil syar'i yang menjadikan salah satu proses itu (istinsyaq atau berkumur) sebagai penyebab berlakunya hukum, yakni membatalkan puasa. Jadi proses tersebut (istinsyaq atau berkumur) tidak dapat dikategorikan dengan sampainya benda ke dalam tenggorokan atau perut sehingga membatalkan puasa, baik itu sampainya melalui hidung maupun melalui mulut, sebab keduanya hanyalah jalan. Karena itu, puasa seseorang tidak batal hanya karena berkumur atau istinsyaq yang tidak dalam, bahkan hal ini tidak dilarang. Mulut itu sendiri, hanya sebagai jalan masuk saja, tapi jalan ini tidak pasif, artinya tidak semua yang masuk ke mulut mesti masuk ke tenggorokan, sebab mulut bisa memuntahkan lagi. Jika masuknya sesuatu melalui hidung sama dengan yang melalui mulut, kemudian adakalanya hidung sama dengan yang melalui mulut, kemudian adakalanya hidung digunakan untuk memasukkan sesuatu, maka mulut dan hidung mempunyai fungsi yang sama, yakni bisa sebagai jalan masuk, bisa menahan dan bisa mengeluarkan kembali. Tampaknya pendapat yang benar adalah pendapat yang menyatakan tidak membatalkan puasa bila menggunakan obat yang dihirup, karena cara tersebut tidak sama dengan makan dan minum.[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, 3/365]

Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Ifta Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, hal.238 - 245, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin


Foot Note

1. Istinsyaq adalah menghirup air dengan hidung lalu dikeluarkan lagi untuk membersihkannya ketika wudhu. Memantapkan Istinsyaq adalah menghirupnya lebih dalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blog Template by YummyLolly.com / Header Butterfly by Pixels + Ice Cream