Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Apa hukumnya seorang wanita yang mengusap kain penutup kepalanya saat mandi junub ?
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Apa hukumnya seorang wanita yang mengusap kain penutup kepalanya saat mandi junub ?
Jawaban:
Merupakan suatu hal yang sudah diketahui dari pendapat para ulama, bahwa dalam syariat Islam yang suci ini telah ada ketetapan mengenai mengusap khuf dan mengusap kain penutup kepala bagi rambut wanita dan pria (seperti telekung, jilbab ataupun sorban bagi laki-laki, pent), bahwa hal ini tidak dibolehkan dalam mandi junub menurut ijma para ulama, dan hanya dibolehkan dalam berwudhu berdasarkan hadits Shafwan bin Assal Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Rasulullah memerintahkan kami, jika kami dalam safar hendaknya kami tidak melepaskan khuf (sepatu yang melebihi mata kaki) kami selama tiga hari dan tiga malam kecuali jika kami junub, akan tetapi mengusap khuf itu dibolehkan setelah buang air besar, buang air kecil, atau bangun dari tidur". Tidak diragukan lagi bahwa syari'at Islam adalah syari'at yang amat mudah serta bertoleransi, tapi membasuh kepala dalam mandi janabat itu bukan suatu yang sulit sekali, karena saat Rasulullah ditanya Ummu Salamah tentang mandi junub dan mandi haid dengan berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengikat rambut kepalaku, apakah aku harus melepaskan ikatan rambut itu saat mandi junub dan saat mandi haidh?" maka Rasulullah bersabda.
Merupakan suatu hal yang sudah diketahui dari pendapat para ulama, bahwa dalam syariat Islam yang suci ini telah ada ketetapan mengenai mengusap khuf dan mengusap kain penutup kepala bagi rambut wanita dan pria (seperti telekung, jilbab ataupun sorban bagi laki-laki, pent), bahwa hal ini tidak dibolehkan dalam mandi junub menurut ijma para ulama, dan hanya dibolehkan dalam berwudhu berdasarkan hadits Shafwan bin Assal Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Rasulullah memerintahkan kami, jika kami dalam safar hendaknya kami tidak melepaskan khuf (sepatu yang melebihi mata kaki) kami selama tiga hari dan tiga malam kecuali jika kami junub, akan tetapi mengusap khuf itu dibolehkan setelah buang air besar, buang air kecil, atau bangun dari tidur". Tidak diragukan lagi bahwa syari'at Islam adalah syari'at yang amat mudah serta bertoleransi, tapi membasuh kepala dalam mandi janabat itu bukan suatu yang sulit sekali, karena saat Rasulullah ditanya Ummu Salamah tentang mandi junub dan mandi haid dengan berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengikat rambut kepalaku, apakah aku harus melepaskan ikatan rambut itu saat mandi junub dan saat mandi haidh?" maka Rasulullah bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya cukup bagi
kamu menuangkan air sebanyak tiga tuangan di atas kepalamu kemudian kamu
membasuh seluruh tubuhmu dengan air, maka (dengan demikian) kamu telah
bersuci".
[Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya]
Hadits
ini menunjukkan bahwa beliau menganjurkan kepada kaum wanita yang mendapatkan
kesulitan untuk membasuh rambut mereka dalam mandi junub untuk menuangkan air di
atas kepalanya sebanyak tiga kali, sehingga air tersebut mengenai setiap rambut
tanpa harus melepaskan ikatan rambut atau mengubah susunan rambut yang
menyulitkannya dalam mandi junub, juga disertai keterangan tentang apa yang
didapati mereka dari sisi Allah berupa pahala yang besar, kehidupan yang baik
dan mulia serta kekal di alam Surga jika mereka bersabar serta konsisten dalam
menjalankan hukum-hukum syari'at Allah. Akan tetapi dalam kondisi-kondisi
darurat yang mana saat itu seseorang berhalangan untuk bisa membasahi seluruh
bagian kepalanya karena terdapat suatu luka, penyakit ataupun lainnya, maka saat
itu ia dibolehkan untuk mengusap kepalanya saat bersuci, baik dari hadast besar
maupun kecil. Demikian ini jika kondisinya mengharuskan semacam itu dan tidak
terbatas waktunya, yakni dibolehkan demikian selama dibutuhkan, demikian
berdasarkan hadits Jabir tentang seorang pria yang dikepalanya terdapat luka,
bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya.
"Artinya : Hendaknya ia membalut
lukanya dengan sepotong kain kemudian hendaknya ia mengusapkan di atas kain itu
lalu membasuh seluruh anggota tubuhnya". [Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam
Sunan-nya]
Dan di
antara hal yang sebaiknya diingatkan ketika menghadapi masalah atau bingung
mengenai hukum, terutama terhadap orang-orang yang cenderung terhadap Islam,
hendaknya dikatakan kepada mereka bahwa Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang
dibenci dan pengekangan syahwat, dan bahwa sesungguhnya ketika Allah Subhanahu
wa Ta'ala memerintahkan para hamba-Nya itu adalah untuk menguji mereka serta
untuk mengetahui siapa yang terbaik amalnya di antara mereka, sebab untuk
mendapatkan ridha Allah dan untuk mendapatkan Surga-Nya bukanlah sesuatu yang
mudah dan tanpa kesulitan, akan tetapi hal itu akan bisa didapati dengan
kesabaran dan perjuangan melawan hawa nafsu, bersusah payah dalam mendapatkan
ridha Allah adalah salah satu jalan untuk menghindari murka Allah dan siksa-Nya,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya Kami telah
menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan bagimu, agar Kami menguji
mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya". [Al-Kahfi : 7] Juga firman-Nya.
"Artinya : Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". [Al-Mulk : 2] dan firman-Nya
pula.
"Artinya : Dan sesungguhnya Kami
benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan
bersabar diantara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal
ihwalmu".
[Muhammad : 31]
Dan
banyak lagi ayat-ayat lain yang bermakna dengan ayat-ayat tersebut, kita memohon
kepada Allah untuk menjadikan kita semua sebagai penyeru kepada petunjuk. Semoga
Allah senantiasa memperbaiki keadaan kaum Muslimin, menganugrahkan kepada
semuanya berupa pemahaman tentang penciptaan mereka dan memperbanyak pula
penyeru-penyeru kebenaran, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[Majmu' Fatawa wa Maqalat Asy-Syaikh Ibnu Baaz, 6/237]
Disalin dari buku
Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang
Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 23-25
penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar