Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu-Syaikh
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh ditanya : Apakah hukumnya melepaskan ikatan rambut ketika mandi setelah habis masa haidh ?
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh ditanya : Apakah hukumnya melepaskan ikatan rambut ketika mandi setelah habis masa haidh ?
Jawaban:
Menurut dalil yang lebih kuat adalah tidak ada kewajiban melepaskan ikatan rambut ketika hendak mandi bagi wanita yang telah selesai haidh, sebagaimana tidak adanya kewajiban tersebut untuk mandi junub. Hanya saja, memang terdapat dalil-dalil yang mensyari'atkan untuk melepaskan ikatan rambut ketika mandi haidh, akan tetapi perintah yang terdapat dalam dalil-dalil ini bukan menunjukkan hal yang wajib berdasarkan dari hadits Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha.
Menurut dalil yang lebih kuat adalah tidak ada kewajiban melepaskan ikatan rambut ketika hendak mandi bagi wanita yang telah selesai haidh, sebagaimana tidak adanya kewajiban tersebut untuk mandi junub. Hanya saja, memang terdapat dalil-dalil yang mensyari'atkan untuk melepaskan ikatan rambut ketika mandi haidh, akan tetapi perintah yang terdapat dalam dalil-dalil ini bukan menunjukkan hal yang wajib berdasarkan dari hadits Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha.
"Sesungguhnya aku seorang
wanita yang mengikat rambut kepalaku, apakah saya harus melepaskan ikatan rambut
itu untuk mandi junub?" dan dalam riwayat lain : "dan untuk mandi haid?", maka
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Tidak, akan tetapi
cukup bagimu untuk menuangkan air atas kepalamu sebanyak tiga
kali,...."
[Hadits Riwayat Muslim]
Ini
adalah pendapat yang dipilih oleh pengarang kitab Al-Inshaf dan
Az-Zarkasyi, sedangkan dalam mandi junub maka hukum melepaskan ikatan rambut
bagi wanita tidaklah sunnah (mandub). Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa
'Aisyah berkata : "Apakah aku harus memerintah mereka untuk memotong rambut itu
?" Kesimpulannya adalah : melepaskan ikatan rambut tidaklah disyari'atkan saat
mandi junub akan tetapi hal itu ditekankan dan dianjurkan saat mandi haidh.
Penekanan ini pun berbeda-beda, ada yang kuat dan ada pula yang lemah,
berdasarkan keringanan dan kesulitan melepaskan ikatannya. [Fatawa wa Rasa'il
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 2/61]
Disalin dari buku
Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang
Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 21-22
penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar